Petualangan Mencari Sang Nabi

Dipublikasikan di Jurnal Nasional, 15 Agustus 2010















Judul: Sebuah Novel Biografi Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan

Penulis: Tasaro GK

Penerbit: Bentang

Cetakan: I, Maret 2010

Tebal: xxvi + 829 halaman


DALAM catatan sejarah, tidak hanya umat Nabi Muhammad saja yang terkesima pada sosok dan kiprah hidup Sang Nabi. Tetapi juga banyak dari mereka yang non-muslim menaruh simpati kepada utusan Allah itu. Sampai-sampai, Michael H Hart dalam karyanya yang terkenal The 100: A Rankin of the Most Influentil Persons in History (1978) menempatkan Muhammad di ranking satu sebagai tokoh yang berpengaruh di dunia.

Itu sebabnya, hingga saat ini, terdapat beragam ulasan tentang sosok Muhammad dalam pelbagai literatur. Di antara sekian banyak tumpukan dokumentasi tertulis perjalanan hidup Nabi Muhammad itu, tampaknya belum lengkap bila kita melewatkan buku berjudul Sebuah Novel Biografi Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan.

Tasaro GK, penulisnya, merajut jejak rekam Sang Nabi lewat sajian kisah yang tak lazim, lain daripada biasanya. Ketidaklaziman itu dapat ditelisik pada penggambaran sosok Nabi Muhammad yang jauh dari kesan kerangka historis-teoritik yang bercorak deskriptif, tetapi justru dibesut oleh sulaman kata dan kalimat penuh hikmah. Tasaro memainkan lakon cerita bernama Kasvha, seorang abdi yang gagah berani meninggalkan Khosrou, penguasa Persia. Sejak itulah, Kasvha menjadi buron yang terus diburu oleh prajurit-prajurit beringas yang siap menikam jantungnya. Pertanyaannya, mengapa Kasvha hengkang dari tempat ia mengabdi selama puluhan tahun di Istana Khosrou? Apa sebenarnya yang diinginkan oleh Kasvha?

Diam-diam, rupanya Kasvha hendak membuktikan kebenaran berita Ilahi tentang seorang juru selamat dunia yang dijanjikan oleh semua kitab suci. Kitab Zardusht menyebutnya sebagai Asvat-ereta; oleh Yohanes Pembabtis, sosok sang juru selamat itu seringkali dipuji; oleh ayat-ayat suci Kuntap Sukt dipanggil Mamah Rishi, oleh Sang Buddha dipanggil Maitreya; dan oleh Kasvha dijuluki Sang Penggenggam Hujan. Dari sana, Kasvha berpetualang tiada lelah menyusuri puncak-puncak salju di perbatasan India, pegunungan Tibet, biara di Suriah, Istana Heraklius, dan pada akhirnya menepi di Yatsrib, sebuah kota yang dikenal dengan pesona kemilau cahaya.

Pada proses pencariannya itulah, Kasvha tentu saja bertemu dengan banyak orang. Dan salah satu orang yang dijumpai Kasvha adalah Astu, kawan karibnya, yang tak lain merupakan anak perempuan dari ketua suku di Gathas bernama Parkhida. Pertemuannya dengan Astu ini, semakin memantapkan keyakinan Kasvha tentang sosok juru selamat itu.

Kata Kunci "Hujan"

Astu menyodorkan sebuah manuskrip kuno dalam bahasa sansekerta, salinan Kuntap Sukt, bagian dari Bab ke-20 Atharva Weda, kitab penting di antara empat kitab Weda. Kitab ini sangat rahasia, dan bahkan konon, jika Khosrou mengetahui ada yang memiliki dan membacanya, sudah pasti nyawanya bakal melayang. Simpulannya pendek. Ayat Kuntap Sukt meramalkan akan datang nabi baru. Nabi umat manusia di seluruh dunia.

Berkali-kali Kasvha menatap lembaran itu dengan perasaan membuncah. Kasvha berkomentar, "Brahma Weda, pengetahuan ketuhanan. Orang-orang beragama di India sangat menyucikannya." Dan seketika, Astu menyahut, "Kuntap Sukt setiap tahun dilantunkan dalam acara agung saat ibadah dilakukan dan kurban dipersembahkan." (hlm 153).

Kedua pandangan itu bertaut. Déjà vu. Konon, bertahun-tahun lalu, adegan ini terulang hampir saban hari, setiap Kasvha dan Astu bergantian menemukan hal-hal baru. Mereka dua orang muda pembelajar yang sangat senang membaca apa saja, menyaksikan hal-hal baru, dan tertantang terhadap apa-apa yang oleh orang lain dianggap tabu. Termasuk tentang keyakinan ketuhanan.

Astu juga telah menghafal beberapa ayat dan tema-tema penting di dalam ayat Kuntap Sukt. Salah satu di antaranya tentang kabar kehancuran Namiuchi yang licik dan pengkhianat. Namiuchi dalam bahasa Panini bermakna "orang yang berusaha menggenggam hujan". Dalam Rig Weda, Namiuchi berarti roh jahat yang menahan awan pembawa hujan turun ke bumi. Mengetahui keterangan ini, seketika Kasvha berkesimpulan bahwa kata kuncinya adalah "hujan".

"Siapa pun nabi yang dibangkitkan, dia akan menghancurkan Namiuchi. Menghentikan dominasinya. Membuktikan bahwa hujan wahyu turun untuk semua bangsa dan tidak terbatas pada suatu kasta atau klan saja." (hlm 156). Berita ini adalah antitesis dari ayat lain yang mengatakan bahwa Namiuchi adalah bangsa yang ingin memonopoli wahyu Tuhan hanya untuk bangsa mereka.

"Dialah lelaki Penggenggam Hujan sejati". "Apa?" Kasvha begitu tertarik dengan kalimat terakhir Astu. Maksudmu Astu? "Jika Namiuchi adalah bangsa yang berusaha menggenggam hujan dan ditakdirkan gagal, berarti ada seseorang yang berhak menggenggam hujan. Memberikan kesegarannya kepada seluruh umat manusia". Kasvha tersenyum. "Engkau benar (Astu). Dialah Lelaki Penggenggam Hujan Sejati. Nabi yang dijanjikan." Yaitu seorang Nabi-yang di kemudian hari oleh umat Islam dikenal sebagai Nabi Muhammad SAW.

Akhirnya, keseluruhan cerita dalam buku ini mempunyai ragam hikmah dan inspirasi. Misalnya, sebelum Kasvha berkesimpulan bahwa sang juru selamat itu adalah Muhammad, ia melewatkan hari-harinya dengan dialog ketuhanan lewat pena bersama El yang beragama Kristen. El adalah seorang Kristen yang menurut Kasvhan sangat baik. Bahkan, El-lah yang memberitahu Kasvha banyak hal tentang Kristen dan tentang seorang nabi baru dari tanah Arab.

Dari sana dialog dan toleransi agama antara Kasvha dan El terus berlangsung dengan sungguh intim penuh kedamaian. Semoga perilaku ini terpupuk subur dalam kehidupan nyata, terus tumbuh dan bercabang hingga pada zaman modern sekarang ini.

*Ali Usman, kolektor dan pembaca buku, tinggal di Jogjakarta

http://www.jurnalnasional.com/show/newspaper?rubrik=Pustaka&berita=140322&pagecomment=1



Tidak ada komentar:

Posting Komentar